Selasa, 13 September 2016

Pangeran Ariyo Penangsang Difitnah

Setelah 22 tahun pasca kematian Pangeran Suro Wiyoto/Raden Sobo Kingkin/ Pangeran Sekar Sedo Lepen/ Kikin beserta sang ibu Dewi Martinjung/ Ma Tien Tju, Pangeran Ariyo Penangsang/Pangeran Ibrohim Haji (1523-1585 M), kini telah beranjak dewasa. Sudah waktunya Sang Pangeran dilantik untuk menjadi seorang penguasa di Jipang, hingga diberikan gelar “Kanjeng Pangeran Ariyo Jipang” 1545 M.
Seiring dengan pertumbuhannya, Pangeran Ariyo Penangsang selalu berusaha menanyakan tentang siapakah sebenarnya ayah dan ibu kandungnya. Serta dimanakah mereka berada. Karena seringnya hal itu ditanyakan kepada Sunan Kudus, akhirnya Sunan Kuduspun menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Setelah mendengar cerita dari kakeknya itu, Pangeran Ariyo Penangsang merasa sangat terpukul. Sebagai seorang putra, Pangeran Ariyo Penangsang merasa berkewajiban untuk membalaskan kematian kedua orang tuanya. Hingga dia memutuskan untuk membuat perhitungan dengan Bagus Mukmin (1521-1548 M) putra sulung dari Sultan Trenggono.[2]
Pada dasarnya, Pangeran Ariyo Penangsang ingin membunuh Bagus Mukmin/Muk Ming dengan tangannya sendiri. Akan tetapi Sunan Kudus melarangnya. Karena menurut Sunan Kudus, seorang pemimpin tidak pantas mengotori kedua tangannya dengan membunuh saudaranya.[3]
Mendengar nasehat dari kakeknya itu, Pangeran Ariyo Penangsang merasa sedih. Mengetahui hal itu, Patih Ronggo Mentaun segera mengutus Senopati Soreng Rangkud untuk membunuh Bagus Mukmin/Sunan Prawoto di Sukolilo Pati menggunakan keris Kyai Brongot Setan Kober yang belakangan tidak pernah dipakai dan selalu ditaruh di bilik pusaka.
Setibanya di Bukit Prawoto, Senopati Soreng Rangkud menemukan Raden Bagus Mukmin beserta istrinya sudah tergeletak tak bernyawa. Senopati Soreng Rangkud segera kembali ke Jipang untuk melaporkan kejadian itu kepada Patih Ronggo Mentaun.
Sementara itu berita kematian Bagus Mukmin beserta istrinya di Bukit Prawoto terdengar oleh Ratu Kalinyamat. Kemudian Ratu Kalinyamat bersama Raden Hadiri melabrak dan memaki-maki Sunan Kudus yang saat itu berada di Jipang. Sunan Kudus mencoba untuk menjelaskan duduk permasalahannya. Akan tetapi Ratu Kalinyamat tidak mau mendengarkannya.
Ratu Kalinyamat beranggapan bahwa Sunan Kudus lebih memihak pada Pangeran Ariyo Penangsang. Dalam situasi ini, Ratu Kalinyamat bersama suaminya, Raden Hadiri bersepakat melaporkan Pangeran Ariyo Penangsang kepada Joko Tingkir untuk memperoleh pembelaan dari kekasihnya yaitu Karebet/Joko Tingkir.


[2]Ibid., hlm. 13.
[3]Ibid., hlm. 14.

Senin, 12 September 2016

Ariyo Penangsang Satria Sejati

WALIONO, SPDI
Mempersembahkan Serial Sejarah yang berjudul Ariyo Penangsang Satria Sejati Episode:
Lahirnya Ariyo Penangsang
Pada peristiwa terbunuhnya Pangeran Suro Wiyoto/ Pangeran Sobo Kingkin/Pangeran Sekar Sedo Lepen/Kikin (1488-1523 M), Dewi Martinjung/ Ma Tien  Tju (1493-1523 M), sudah waktunya untuk melahirkan, akhirnya Sunan Kudus/Ja’far Shodiq/Ja Tik Su (1460-1550 M), sendiri yang membantu persalinan putrinya.
Seusai dilahirkan, bayi tersebut oleh Ja’far Shodiq  diberi nama “Raden Mas Ibrohim Haji/Nan Sang Jipang Kan” atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Ariyo Penangsang. Dewi Roro Martinjung mengalami pendarahan hebat akibat tusukan keris Brongot Setan Kober hingga nyawanya tidak dapat diselamatkan. Kemudian Sunan Kudus membawa jasad putrinya untuk segera dimakamkan. Pangeran Ariyo Penangsang kecil telah menjadi yatim piyatu. Ja’far Shodiq membawa Pangeran Ariyo Penangsang ke kedhaton Jipang yang sebelumnya dibangun oleh Raden Usman Haji/Sunan Ngudung yaitu kakek dari Pangeran Suro Wiyoto.
Di Jipang inilah Ja’far Shodiq mendidik Pangeran Ariyo Penangsang kecil sampai beranjak remaja. Selain dibekali ilmu kanuragan yang cukup, dia juga diajarkan wawasan tentang ketata negaraan dan ilmu agama, hingga akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang gagah berani dan juga taat beribadah. Pangeran Ariyo Penangsang memperoleh pusaka keris Kyai Brongot Setan Kober warisan turun-temurun kesultanan Demak Bintoro yang sejak kematian ayah dan ibunya, masih disimpan rapi oleh Sunan Kudus.[1]


[1]Waliono, S.Pd.I, Ariyo Penangsang Satria Sejati, (Mengungkap Fakta Sejarah dalam Penjara Mitos yang Mencekam), hlm. 12.

ARIYO PENANGSANG SATRIA SEJATI

Inilah sosok yang gagah berani itu.
ARIYO PENANGSANG 
Dengan memuji Tuhan yang maha Pengasih dan Penyayang saya mengawali tulisan cerita ARIYO PENANGSANG SATRIA SEJATI”. Buku ini mengisahkan tentang keberanian Pangeran Ariyo Penangsang dalam memperjuangkan eksistensi kesultanan Demak Bintoro.
Pangeran Ariyo Penangsang adalah putra dari Pangeran Suro Wiyoto atau cucu Raden Patah pendiri kesultanan Demak Bintoro. Selain itu Pangeran Ariyo Penangsang juga merupakan cucu Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung keturunan penguasa Jipang yang I yaitu Prabu Ariyo Joyo Dipo.
Buku ini, juga menampilkan gambar-gambar serta foto-foto sebagai bukti tempat bersejarah mengenai kisah Pangeran Ariyo Penangsang. Alur ceritanya pun sangat natural dan bersudut pandang obyektif, sehingga tidak perlu ada gejolak ataupun intervensi dari pihak manapun. Buku ini, awalnya diangkat dari legenda masyarakat Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, yang selanjutnya dikembangkan menggunakan penelitian sehingga diharapkan dapat dibuktikan kebenarannya. Semoga dengan lahirnya buku ARIYO PENANGSANG SATRIA SEJATIini, akan meluruskan pandangan kebanyakan orang mengenai Pangeran Ariyo Penangsang yang selama ini digambarkan berwatak emosional dan selalu dianggap tempramental.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus penulis persembahkan kepada Bapak Lurah Ngadi selaku Kepala Desa Jipang, yang telah memberikan kesempatan serta kemudahan bagi penulis dalam menempuh penelitian di Desa Jipang, hingga penelitian ini mencapai garis tepi.
Tak lupa rasa terimakasih juga penulis haturkan kepada Bapak Drs. Muh. Musiran, M.S.I, yang telah banyak membantu penulis dalam proses penerbitan buku ini. Kepada simbah Ismani Jipang, simbah Dawud Surodikromo Jipang, simbah Dirin Jipang, simbah Sastrodiharno Dikun Jipang, simbah Sukarjan Jipang selaku Juru Kunci Makam Gedhong Ageng Jipang yang sekarang, simbah Ujud Jipang, simbah Salikun Jipang, simbah Suwarso Jiken, simbah Rais Purwo Suci, simbah Sukijan Balun, simbah Tasmijan Tegiri, simbah Tarno Jipang, simbah Munatsir Judan, simbah Kusdi Judan, Bp Soecipto Jipang, Bp Suryadi Jipang, Bp Suwito Jipang, Bp. Sutiono Pojokwatu, mas Eko Prasetio sebagai Modin Jipang, mas Sutrisno Tebon, mas Maulana Setren, mas Pangat Tegiri, dan segenap narasumber lain yang berkenan memberikan cerita sebagai catatan guna referensi dalam penulisan kisah ini. Serta seluruh masyarakat Desa Jipang tanpa terkecuali, karena thema yang diambil dalam buku ini adalah cerita yang berkaitan dan bersinggungan langsung dengan legenda, sejarah, yang berasal dari Desa Jipang Kecamatan Cepu Kabupaten Blora.
Penulis menegaskan bahwa buku ini tidak bertujuan untuk menghasut ataupun merugikan pihak manapun. Akan tetapi apabila ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau merasa dirugikan, maka penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirya penulis hanya berharap semoga buku yang berjudul ARIYO PENANGSANG SATRIA SEJATI ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi, dan seluruh pembaca pada umumnya.
                    
Cepu, 13 Septeember 2016,
                                                                                                   Waliono, S.Pd.I.

Minggu, 11 September 2016

Pangeran Ariyo Penangsang
WALIONO, SPDI
Mempersembahkan Serial Sejarah yang berjudul Ariyo Penangsang Satria Sejati Episode:
Lahirnya Ariyo Penangsang

Pada peristiwa terbunuhnya Pangeran Suro Wiyoto/ Pangeran Sobo Kingkin/Pangeran Sekar Sedo Lepen/Kikin (1488-1523 M), Dewi Martinjung/ Ma Tien  Tju (1493-1523 M), sudah waktunya untuk melahirkan, akhirnya Sunan Kudus/Ja’far Shodiq/Ja Tik Su (1460-1550 M), sendiri yang membantu persalinan putrinya.
Seusai dilahirkan, bayi tersebut oleh Ja’far Shodiq  diberi nama “Raden Mas Ibrohim Haji/Nan Sang Jipang Kan” atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Ariyo Penangsang. Dewi Roro Martinjung mengalami pendarahan hebat akibat tusukan keris Brongot Setan Kober hingga nyawanya tidak dapat diselamatkan. Kemudian Sunan Kudus membawa jasad putrinya untuk segera dimakamkan. Pangeran Ariyo Penangsang kecil telah menjadi yatim piyatu. Ja’far Shodiq membawa Pangeran Ariyo Penangsang ke kedhaton Jipang yang sebelumnya dibangun oleh Raden Usman Haji/Sunan Ngudung yaitu kakek dari Pangeran Suro Wiyoto.
Di Jipang inilah Ja’far Shodiq mendidik Pangeran Ariyo Penangsang kecil sampai beranjak remaja. Selain dibekali ilmu kanuragan yang cukup, dia juga diajarkan wawasan tentang ketata negaraan dan ilmu agama, hingga akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang gagah berani dan juga taat beribadah. Pangeran Ariyo Penangsang memperoleh pusaka keris Kyai Brongot Setan Kober warisan turun-temurun kesultanan Demak Bintoro yang sejak kematian ayah dan ibunya, masih disimpan rapi oleh Sunan Kudus.[1]


[1]Waliono, S.Pd.I, Ariyo Penangsang Satria Sejati, (Mengungkap Fakta Sejarah dalam Penjara Mitos yang Mencekam), hlm. 12.